Kita Ada Untuk Senantiasa Tumbuh, Kan?


Kita Ada Untuk Senantiasa Tumbuh, Kan?

---

Sebenarnya tidak terlalu masalah ketika kita berupaya menjalani kehidupan bersama seseorang meski dengan seabreg sifat “buruk" yang ia miliki saat pertama dipertemukan. Asal ia paham dan mengerti bahwa sifat-sifat “buruk” itu tidak cukup layak untuk terus dilestarikan. Dan dengan kegigihannya ia benar-benar berupaya untuk memperbaiki, meski dengan sedikit-sedikit.

Yang jadi soal justru terkadang memilih bersama dengan seseorang yang boleh jadi nampak lebih banyak kebaikkannya, tapi di sisi lain ia sering merasa nyaman dengan sifat-sifat buruknya, meski hanya hal-hal yang menurutnya sepele. Ketika ia sudah sadar dan benar-benar tahu itu keliru, ia tak berupaya untuk menjinakkannya.

Sesederhana apa pun itu, bila itu memang bukan sifat yang “baik”, tetaplah tidak baik. Bukan malah jadi merasa biasa saja, yang justru pada prakteknya tanpa sadar lebih condong melakukannya tanpa rasa bersalah. Parahnya, malah mencoba mencari kambing hitam untuk merasa tindakannya lumayan benar.

Nyatanya kita adalah pribadi-pribadi dengan segunung kesakitan jiwa, baik yang disadari maupun yang tanpa sadar terus disangkal. Maka ketika kita sering merasa lebih benar atas perlakuan orang lain, yang pada dasarnya kita menilainya karena ditunggangi rasa tersinggung atau kita hanya fokus pada sudut pandang negatifnya saja, tingkat sakit jiwa kita tengah kita pupuk dengan sengaja.

Lalu, apa masih pantas diri kita untuk seseorang yang setiap waktu terus berupaya membenahi jiwanya, sementara kita masih terlalu sering memilih memupuk kesakitan itu?

Lalu apa masih “lumrah” kita mengharap pada yang senantiasa berupaya tumbuh, sementara kita masih lebih asyik bermain dengan hama-hama yang menyesaki kepala?

Sssst …. bukankah lebih menyenangkan menjadi pribadi yang baik untuk seseorang dari pada malah sibuk mencari yang lebih baik, yang sekiranya dapat memperbaiki, yang bahkan malah membuat kita lalai sifat-sifat buruk kita tak kunjung diperbaiki.

Tidak salah untuk mengharap seseorang yang lebih baik, tapi setidaknya kita juga cukup tahu diri, minimal kita punya kemauan untuk terus belajar membaik.

Jangan berharap terlalu tinggi untuk terus disuapi. Lalu buat apa Tuhan kasih kita kedua tangan?

Pada akhirnya tidak terlalu penting siapa yang lebih baik dari siapa. Justru yang lebih penting bahwa setiap individu yang berpasangan mestinya sama-sama punya rasa sadar diri yang tinggi, sadar bahwa masing-masing punya “banyak” kekurangan. Lalu belajar tumbuh bersama-sama tanpa perlu repot-repot menghitung siapa yang lebih baik di antara keduanya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

HOTSPOT : (Fantasi friend with benefit)

Kenalan Sama Oppo App Market (Gadgetin)